MEREK HIDUP DALAM BENAK DAN HATI
Katakan, Kita seorang yang punya seabreg kegiatan. Di dalam rumah maupun di luar rumah. Maka, kesan yang Kita timbulkan sebagai seorang suami atau isteri, akan beda dengan sebagai seorang ayah atau ibu. Beda lagi kesan orang terhadap Kita di office. Kita sedang menekuni hobi, katakanlah mengompos musik, memberi kesan yang lain lagi. Kita tengah bermain gim, beda lagi...
Demikian pula Merek. Merek bekerja pada tingkat yang berbeda dan dimaknai lain-lain di setiap jenjang alur distribusi sejak dari pabrik sampai ke pemakai, dan dengan customer yang beda. Sama dengan banyak kesan orang terhadap kita yang berganti-ganti, demikian pula merek, bergantung pada tempat dimana customer melakukan kontak dengan merek. Berbagai kesan itulah yang bersama-sama menjadi Imej / citra merek / Brand Image.
|
SEBAGIAN BESAR KORPORASI DI ASIA MASIH MENERAPKAN GENERALISASI DALAM PRODUKTIVITAS BISNIS. Kita ambil satu contoh. Sebagian besar perusahaan percetakan di Indonesia, 'mengelabui' customer dan dirinya sendiri pada hampir setiap proses bisnis mereka. Salah satunya, mengkomunikasikan editor dan/atau operator pra-cetak mereka sebagai desainer grafis guna merangkap job desk bisnis mereka yang tidak hanya sebagai printer atau pencetak, namun dengan pengelabuan tersebut mendeskripsikan pula dirinya sebagai firma desain / developer untuk kemudian memakai pengelabuan tersebut menjadi nilai bisnis internal dan eksternal.
Mungkin secara praktis, pengelabuan tersebut disebut efisiensi oleh owner atau subjek pelakunya sekaligus aji mumpung, namun kualitas akan menahan perusahaan tersebut untuk bergerak dan berkembang.
Secara visioner usaha-usaha seperti ini akan berujung stagnan atau pailit kemudian. Lalu pelakunya akan berganti bisnis, memakai konsep yang sama dan mengulang pola dan terus-menerus bergonta-ganti bisnis tanpa jati diri.
Mungkin secara praktis, pengelabuan tersebut disebut efisiensi oleh owner atau subjek pelakunya sekaligus aji mumpung, namun kualitas akan menahan perusahaan tersebut untuk bergerak dan berkembang.
Secara visioner usaha-usaha seperti ini akan berujung stagnan atau pailit kemudian. Lalu pelakunya akan berganti bisnis, memakai konsep yang sama dan mengulang pola dan terus-menerus bergonta-ganti bisnis tanpa jati diri.
Satu lagi, kita ambil contoh: waralaba atau franchise 'jadi-jadian' . Business Owner menengah dan menengah-ke bawah spesifiknya saat ini tidak sedikit yang keranjingan franchise-franchise-an. Sebut aja 'keripik gila wong sinting.' Dengan bermodal nama yang sensasional tersebut, keripik gila wong sinting memulai usaha penjualan keripik kentang versinya sendiri. Alih-alih mendesain produk keripik yang orisinil, keripik gila wong sinting hanya terobsesi dengan Lay's dan berusaha meniru sepenuhnya model bisnis Lay's dengan ilmu praktis yang dimiliki owner dan co-founder nya.
Akhirnya kegiwosin kita singkat, hanya menjadi lebih-kurang usaha 'calo' yang mengemas keripik dari para pengrajin dan memasarkannya dibawah badan usaha yang model bisnisnya hasil dari obsesi tadi plus ditambah bumbu franchise-franchise-an. Dengan harapan proses imitasi yang di-orisinil-kan ini paling tidak akan sukses seregional.
Untuk beberapa saat jangka pendek 3,5 up-to 10 tahun, waralaba imitasi seperti ini mungkin akan bertahan jika produk pengrajin memiliki kekuatan pangsa dalam suatu lingkup wilayah dan peniruan model bisnis dilakukan dengan perhitungan yang cermat. Namun bagaimana periode berikutnya? Jangka menengah dan panjang? apakah bisnis ini akan bertahan dan dapat diwariskan? Ketika cepat atau lambat pesaing imitator lainnya hadir, pengrajin mengeneralisasi diri pula terhadap pesaing, franchisee berkhianat dengan menjadi pesaing imitator, dan pada akhirnya hadirnya pesaing orisinil yang matang? Belum lagi penolakan legalitas registrasi usaha yang bermasalah karena tidak otentik? Skakmat!
Seperti contoh sebelumnya, para owner atau pelaku kegiwosin ini kemudian akan bersegera mengalokasikan sumber daya yang ada untuk berganti bisnis.
Jika bijak, mereka akan belajar dan memulai kembali bisnis, namun yang orisinil dengan asistensi ekspertis. Jika tidak, mereka akan keras kepala dan mengulang pola yang sama dengan produk usaha yang berbeda dan hasil yang sama.
Akhirnya kegiwosin kita singkat, hanya menjadi lebih-kurang usaha 'calo' yang mengemas keripik dari para pengrajin dan memasarkannya dibawah badan usaha yang model bisnisnya hasil dari obsesi tadi plus ditambah bumbu franchise-franchise-an. Dengan harapan proses imitasi yang di-orisinil-kan ini paling tidak akan sukses seregional.
Untuk beberapa saat jangka pendek 3,5 up-to 10 tahun, waralaba imitasi seperti ini mungkin akan bertahan jika produk pengrajin memiliki kekuatan pangsa dalam suatu lingkup wilayah dan peniruan model bisnis dilakukan dengan perhitungan yang cermat. Namun bagaimana periode berikutnya? Jangka menengah dan panjang? apakah bisnis ini akan bertahan dan dapat diwariskan? Ketika cepat atau lambat pesaing imitator lainnya hadir, pengrajin mengeneralisasi diri pula terhadap pesaing, franchisee berkhianat dengan menjadi pesaing imitator, dan pada akhirnya hadirnya pesaing orisinil yang matang? Belum lagi penolakan legalitas registrasi usaha yang bermasalah karena tidak otentik? Skakmat!
Seperti contoh sebelumnya, para owner atau pelaku kegiwosin ini kemudian akan bersegera mengalokasikan sumber daya yang ada untuk berganti bisnis.
Jika bijak, mereka akan belajar dan memulai kembali bisnis, namun yang orisinil dengan asistensi ekspertis. Jika tidak, mereka akan keras kepala dan mengulang pola yang sama dengan produk usaha yang berbeda dan hasil yang sama.
Demikian, generalisasi adalah sumber dari terhambatnya pergerakan bisnis. Meng-in-house-kan segala proses bisnis kita hanya akan mencemooh diri kita sendiri dan menjatuhkan kredibilitas kita kemudian yang berujung pada kepailitan. Dari hulu ke hilir, bisnis kita tidak akan memiliki daya saing sama sekali. Jika bertahan hanya akan stagnasi di jangka pendek. Dan sudah pasti tidak dapat menjadi warisan yang membawa kita kepada passive-income layaknya bisnis-bisnis orisinil di Eropa dan Amerika.
MELIHAT LEBIH JAUH KE DEPAN. Menjadi ideal, satu-satunya jalan menuju arah bisnis Anda yang kokoh. Orisinalitas Product + Brand adalah standar terintegrasi menuju ekuitas yang tak lekang. Tak lekang berarti dengan atau tanpa Anda, bisnis Anda tetap bergerak dan produktif profit.